Nama : Tia Sri Rejeki Manik
NPM : 29210543
Kelas : 4EB20
1. Lingkungan Bisnis Yang Mempengaruhi Perilaku Etika
NPM : 29210543
Kelas : 4EB20
1. Lingkungan Bisnis Yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Lingkungan bisnis yang
mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan
makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery,
coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam perspektif
mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau
vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.”Etika bisnis merupakan pola
bisnis yang tidak hanya peduli pada profitabilitasnya saja, tapi juga
memerhatikan kepentingan stakeholder-nya. Etika bisnis tidak bisa terlepas dari
etika personal, keberadaan mereka merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dan
keberadaannya saling melengkapi. Etika bisnis sesorang merupakan perpanjangan
moda-moda tingkah lakunya atau tindakan-tindakan konstan, yang membentuk
keseluruhan citra diri atau akhlak orang itu. Etika bisnis merupakan salah satu
bagian dari prinsip etika yang diterapkan dalam dunia bisnis. Istilah etika
bisnis mengandung pengertian bahwa etika bisnis merupakan sebuah rentang aplikasi
etika yang khusus mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan pelaku
bisnis
2. Kesaling-tergantungan Antara
Bisnis dan Masyarakat
Alam telah mengajarkan
kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis dan kesalingtergantungan
itu adalah amat penting. Bumi tempat kita berpijak, masih setia bekerja sama
dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan planet-planet lain, namun
penghuninya kebanyakan telah berjalan sendiri-sendiri. Manusia yang konon
khalifah di bumi, merasa sudah tidak membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah
kesalingtergantungan yang dibina, melainkan ketergantungan yang terus diusung.
Kesalingtergantungan bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan,
egalitarianisme. Manusia bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya
memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika
manusia terlalu percaya kepada keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu
keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dsb. Wajah Indonesia yang carut marut
dewasa ini adalah karena terlalu membuncahnya subordinasi relasi manusia atas
manusia lain.
Negara telah dikuasai oleh jenis
manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan telah disulap
menjadi lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal adalah tuan
dan budak, majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah iklim ketergantungan,
bukan kesalingtergantungan.
Di negara lain, kelas proletar
yang dahulu diperjuangkan, toh setelah meraih kekuasaan, pada gilirannya ia
menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang rigid terhadap kritik. Hukum
diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis bagi para oposan. Proletar
melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang dilawannya habis-habisan.
Jika borjuis menggunakan sentimen agama untuk mengelabui rakyat jelata, maka
proletar menganggap agama sebagai candu rakyat. Yang satu mengatasnamakan
agama, yang lainnya mengatasnamakan rakyat miskin. Namun keduanya memiliki
tujuan yang sama: kekuasaan. Kekuasaan negara, dan juga agama telah menjadi
petualangan bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa maka kekayaan hendak
menumpuk dalam istananya dengan benteng menjulang, sementara secuil saja
kekayaan yang dinikmati mereka yang bekerja keras.
Di abad yang lalu, orang-orang
Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol dan Portugis mengunjungi Asia
termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk berdagang dengan penduduk
setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk lokal dan beberapa
elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai partnerbisnis,
lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun berubah menjadi
majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga ratusan tahun
untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan ketergantungan penduduk lokal
kepada mereka. Rupanya peran yang belakangan lebih menarik dan lebih menantang
Perbudakan adalah sesuatu yang
tidak alami, menyalahi takdir sebagai manusia. Setiap manusia berhak atas
kebebasan. Namun pola perbudakan semacam itu kiranya tidak lekang oleh zaman,.
meski bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab. Perbudakan dewasa ini
lebih modern, kendati tetap ditempuh dengan cara-cara yang zalim.
Apalagi di Indonesia yang
masyarakatnya kebanyakan beragama bukan karena kesadaran melainkan telah
ditentukan orangtua sejak lahir, maka agama lagi-lagi merupakan alat yang
nyaris selalu laris untuk memuluskan tujuan-tujuan tersebut. Lembaga keagamaan
dan negara berkonspirasi untuk memperbudak jiwa manusia.
Di negeri ini, berapa banyak
fatwa mufti negara, undang-undang dan peraturan daerah bernuansa agama yang
tidak masuk akal yang menghendaki rakyat senantiasa bergantung kepada mereka?
Keadaan demikian menciptakan kericuhan di dalam masyarakat akibat
hiperregulasi, karena tingkat kepatuhan masyarakat menurun. Keamanan menjadi
barang yang mahal. Kepergian para investor karena merasa tidak aman memperparah
perekonomian Indonesia.
Dalam keadaan collapse akhirnya
kita memiliki ketergantungan yang tinggi kepada negara luar. Kucuran dana
negara asing kepada kita bukanlah sesuatu yang gratis. No free lunch. Dana
punia dan pinjaman mereka seraya mendesakkan kepentingan dan agenda mereka,
tidak bisa dipungkiri. Barangkali Paman Sam dengan kapitalismenya, maka Arab
Saudi yang setia dengan garis iman Wahhabi tentunya akan mendesakkan agenda
mereka kepada Indonesia.
Pemikiran-pemikiran sekuler Barat
yang telah merasuki dunia Islam misalnya, dengan ideologi kapitalisme yang
mengurung sendi-sendi perekonomian umat Islam telah menjadikan dunia Islam
menjadi terpuruk dengan ketergantungan yang tinggi terhadap Barat. Sebagai
jalan keluar, sebagian orang sering mengalami eskapisme untuk memasuki dunia
“pasti” yang menentramkan hati. Jalan yang diambil adalah dengan penyerahan
diri kepada sebuah “otoritas transedental” (baca: otoritas mufti negara) yang
menjanjikan kesenangan eskatologis.
Sebagian yang lain meresponnya dengan
melakukan tindakan-tindakan anarkis dan vigilantisme. Seperti pernah dituturkan
Amrozi dalam Koran Tempo tahun 2003, peledakan bom Bali adalah untuk menjaga
kehidupan beragama
Pola relasi negara kita dengan
negara luar layak dibenahi. Bangsa kita harus memiliki keberanian yang cukup
untuk bisa pula mendesakkan cita-cita negara kita sesuai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 kepada mereka. Bangsa kita harus memiliki nyali yang
cukup untuk menolak agenda mereka yang bisa merusak kemerdekaan yang telah
susah payah diraih. Hubungan luar negeri kita harus berubah dari
ketergantungan, menjadi kesalingtergantungan, sebagai bangsa-bangsa yang
sejajar dan sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum cukup, namun saat
ini penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan untuk hidup bebas.
Setiap orang warga negara ini,
bahkan warga seluruh dunia memiliki kebutuhan individu. Kebutuhan akan makan,
tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb sejatinya bukanlah kebutuhan individu
atau segelintir orang saja, melainkan seluruh orang yang hidup di dunia ini
membutuhkannya. Setiap orang tidak akan mampu mencukup kebutuhannya sendiri
tanpa semangat gotong-royong, kesalingtergantungan, kerjasama, kolaborasi
dengan orang lain.
3. Kepedulian Pelaku Bisnis
Terhadap Etika
Korupsi, kolusi, dan nepotisme
yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat
dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa
yakni Gus Dur,korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke
meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan
elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah
terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai
tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok
untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman,
implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis
dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan etika bisnis,
terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi
syariah selama ini masih cenderung pada sisi "emosional" saja dan
terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar
dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi
syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak
"mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai
implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha
memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut.
Namun, karena pemahaman dari
masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka
implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang
atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan
yang melingkupinya.
Walaupun seseorang atau
sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral mereka,
tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas
sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang
sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan
mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi
Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah
tertib hukum pun masih belum
banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini untuk
menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum. Akibatnya,
para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah
etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah
wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah
benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkandi depan pengadilan. Akan
tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan moral di
Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum
seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak bisa membedakan antara
perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral,
dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sebagai
misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati
dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar hukumnya,
maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya dengan masalah
penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
4. Perkembangan Dalam Etika
Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
1. Situasi Dahulu Pada awal
sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut
European Business Ethics Network
(EBEN)
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Pengertian Etika Bisnis Etika
bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
- Pengendalian diri
- Pengembangan tanggung jawab social (social
responsibility)
- Mempertahankan jati diri dan tidak mudah
untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
- Menciptakan persaingan yang sehat
- Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
- Menghindari sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
- Mampu menyatakan yang benar itu benar
- Menumbuhkan sikap saling percaya antara
golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
- Konsekuen dan konsisten dengan aturan main
yang telah disepakati bersama
- Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa
memiliki terhadap apa yang telah disepakati
- Perlu adanya sebagian etika bisnis yang
dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan
perundang-undangan.
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi
dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah
sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai
sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis
beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan
korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam
perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang
moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan
individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan
individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu
tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas
keputusan, tindakan dan karakter individual.
5. Etika bisnis dan Akuntan
Dalam menjalankan profesinya
seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama
kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia
merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada
akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan
masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana
untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang
kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan
bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan
dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi
dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung
jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder.
Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat
merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan
bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
OPINI : tanpa etika yang baik
dalam bisnis maka perdagangan atau transaksi jual beli tidak akan berfungsi
dengan baik. Karena etika menentukan itegritas kita sebaggai seorang pembisnis .
Sumber:
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/perilaku-etika-dalam-bisnis/
- http://vegaaugesriana02.blogspot.com/2012/10/bab-2-perilaku-etika-dalam-bisnis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar