Nama : Tia Sri
Rejeki Manik
Npm :
29210543
Kelas : 2EB20
Menghadapi Peredaran Handphone Black
Market Yang Telah Menghawatirkan
Dalam kemajuan teknologi handphone dewasa ini, telah
menempatkan handphone sebagai perangkat komunikasi yang sangat penting dan
sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat masa kini. Oleh karena itu,
penjualan dan peredaran handphone dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang
cukup besar. Salah satunya, dapat dibuktikan dengan beberapa handphone yang
dimiliki oleh sebagian besar masyarakat (GSM dan CDMA).
Besarnya daya serap pasar terhadap handphone di
Indonesia, telah memberikan banyak kesempatan bagi para distributor handphone
untuk saling bersaing menyalurkan dan memasarkan handphone yang telah
diproduksi oleh para produsen ke dalam pangsa pasar dalam negeri (masyarakat).
Tentu saja, hal ini telah menciptakan suatu persaingan yang tinggi bagi para
distributor handphone, sehingga beberapa pengusaha distributor yang tidak mampu
bersaing secara “sehat”, melakukan pendistribusian handphone secara “illegal”,
seperti mendistribusikan handphone-handphone dengan cara menghindari pajak.
Cara ini, dapat memberikan “manfaat” bagi distributor dalam melakukan
“penetrasi” pasar handphone ke dalam masyarakat dengan cepat, mudah dan murah,
tanpa mengurangi “keuntungan” yang diperoleh oleh para distributor itu sendiri.
Secara umum, handphone “selundupan” atau yang dikenal
oleh masyarakat sebagai handphone ”Black Market”, sangat berbeda dengan
handphone “Resmi” atau disebut juga sebagai handphone “Legal”, karena,
handphone “Black Market” pada hakikatnya merupakan handphone yang sengaja
diselundupkan ke dalam negeri dengan cara menghindari sistem perpajakan Negara.
Sedangkan handphone “Legal” merupakan handphone yang didistribusikan melalui
distributor resmi yang memiliki kerja sama penjualan atau pasca penjualan
dengan produsen handphone, serta telah memenuhi standar minimum yang telah
ditentukan oleh Pemerintah.
Berbeda lagi dengan jenis handphone “Refurbished” yang
merupakan handphone bekas yang diperbaiki dan diperbaharui, sehingga handphone
tersebut, seolah-olah menjadi handphone baru dengan status “Black Market” atau
handphone dengan status “Legal”.
Permasalahan di masyarakat lahir ketika, pembeli tidak mengetahui dan memahami, bahwa handphone yang dibeli merupakan handphone “Black Market” atau handphone “Legal”. Hal ini lebih diperparah dengan oknum penjual yang tidak memberikan penjelasan yang cukup terhadap para calon pembeli mengenai handphone “Black Market” handphone “Legal” atau handphone “Refurbished” yang akan dipilih oleh para calon pembeli.
Permasalahan di masyarakat lahir ketika, pembeli tidak mengetahui dan memahami, bahwa handphone yang dibeli merupakan handphone “Black Market” atau handphone “Legal”. Hal ini lebih diperparah dengan oknum penjual yang tidak memberikan penjelasan yang cukup terhadap para calon pembeli mengenai handphone “Black Market” handphone “Legal” atau handphone “Refurbished” yang akan dipilih oleh para calon pembeli.
Permasalahan di atas pernah dialami oleh rekan-rekan
penulis, ketika membeli handphone Nokia 9300, Nokia 9300I, Nokia 6016 hingga
Nokia XXXX. Handphone-handphone tersebut ternyata merupakan handphone “Black
Market” dan beberapa diantaranya merupakan handphone “Refurbished”. Hal ini,
diketahui setelah handphone tersebut mengalami kerusakan, yang kemudian dibawa
ke service center handphone bersangkutan. Ternyata, service center dari produk
handphone tersebut mengenakan “denda” pada pemilik handphone tersebut, dengan
alasan handphone tersebut merupakan handphone “Black Market”.
Menurut
saya pertama-tama kita harus mengetahui bahwa handphone- handphone “Black
Market” memiliki karakteristik-karakteristik yang mudah dikenali secara umum.
Seperti :
1.
Nomor
seri IMEI (International Mobile Equipment Identity), karena handphone ”Black
Market” pada umumnya dikirimkan dengan tanpa kardus yang dicetak sesuai nomor
IMEI masing-masing handphone. Selain itu, nomor IMEI pada umumnya dapat
memberikan identitas Negara tujuan pendistribusian handphone.
2. Layanan pasca penjualan (garansi),
karena garansi merupakan jaminan dari pihak distributor kepada para konsumen
mengenai kualitas handphone yang digunakan. Apabila handphone yang akan dibeli
memiliki layanan garansi Principal. Seperti garansi Nokia, garansi Sony Ericson
, atau garansi Samsung, maka handphone yang dijual merupakan handphone “Resmi”
(Legal). Sedangkan apabila handphone yang akan dibeli memiliki layanan pasca penjualan
(garansi) “Distributor” atau garansi “Toko”, maka handphone yang dijual
merupakan handphone “Black Market” (Illegal).
Apabila meninjau hukum yang berlaku dari pandangan
perlindungan konsumen terkait dengan status handphone “Black Market”, maka
sebenarnya keberadaan handphone “Black Market”, telah berlawanan dengan UU No.
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, karena pada hakikatnya konsumen
memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang digunakannya (Pasal 4). Walaupun
demikian, setiap konsumen harus memiliki itikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa, karena salah satu perlindungan konsumen,
ditujukan untuk dapat mengangkat harkat dan martabat konsumen itu sendiri,
dengan cara menghindarkannya dari dampak buruk dari pemakaian barang dan/atau
jasa, selain menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen yang dapat menumbuhkan sikap yang jujur dan bertanggung
jawab dalam berusaha (Pasal 2-3). Selaras dengan hal ini, , Pasal 7 telah
menegaskan bahwa, “Penjual harus memberikan informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”.
Lebih jauh lagi, apabila kita meninjau peredaran
handphone “Black Market” di masyarakat, maka peredaran handphone “Black Market”
tidak hanya bertentangan dengan hukum yang terkait dengan perlindungan
konsumen, karena apabila kita meninjau pada UU No. 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi, khususnya Pasal 32, maka telah menjelaskan bahwa, perangkat
telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan, diperdagangkan serta digunakan
di dalam negeri, harus memenuhi persyaratan teknis dan izin yang ditentukan.
*Artikel ini telah dimuat di Surat Kabar Kompas
edisi Jawa Barat Tanggal 27 Oktober 2008, yang ditulis oleh Rizky Harta Cipta
SH. MH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar